Saturday 27 January 2007

Mengintip Ruang Komsos

PERNAH mengunjungi Dapur Warta Minggu? Lebih tepatnya, ruangan Komsos? Coba deh, sewaktu-waktu bertandang ke aula lantai dua dan carilah ruangan bertuliskan ruang Komsos. Pasti Anda tidak akan menemuinya. Itu dikarenakan ruangan Komsos tidak dinamai seperti ruangan lainnya. Di atas pintu masuk ruang Komsos tertulis “Ruang Penyaliban.” Di bawah tulisan itu tertulis “Tuhan dilarang Masuk”. Belum lagi jendela nako penuh tempelan gambar dan tulisan aneh bin ajaib. Di sana ada gambar Hugo Chaves-Presiden Venezuela (duh, apa hubungannya ama Komsos ya?); ada juga gambar maestro filsafat Franz Magnis Suseno; ada juga pengikut fanatik Kafe Socrates, Soeber yang sudah uzur usia. Terus, ada tulisan aneh “Tuhan Agamamu apa?” Tahu gak, tulisan itu sempat bikin gusar orang-orang yang lewat dan pernah bikin kelabakan Ketua Komsos yang kebetulan lagi ngendon di ruang Komsos dan ditanyai seorang bapak tentang maksud tulisan itu. Nah, tuh!

Nah, jangan coba-coba tanya soal tulisan “Ruang Komsos”. Yang jelas, itu adalah ulah dari komsosers yang ‘bandel-bandel.” Pokoknya, kalau Anda menjumpai ruangan yang ditempeli kertas paling meriah dengan gambar dan tulisan yang macem-macem, aneh-aneh, bikin dahi mengernyit seketika, itulah ruang Komsos. Tapi, jangan salah. Justru aneka ragam tempelan itu mencerminkan ‘kegilaan’, kreativitas, dan dinamisnya para komsosers. Apa benar? Buktikan saja sendiri.

Tak kalah beda, ruang dalam juga penuh tempelan gambar-gambar aneh selain gambar-gambar suci dan salib yang menempel di dekat jam dinding. Di sana, teronggok meja besar yang biasa digunakan untuk rapat perencanaan Warta Minggu. Meja itu dikeliling bangku-bangku kecil dan tiga bangku panjang seperti bangku ruang tunggu rumah sakit. Ada lagi satu whiteboard, tiga unit komputer yang terhubung dengan internet. Internet komsos menggunakan koneksi dari StarOne. StarOne dipilih karena murah, juga karena kecepatan aksesnya masih mencukupi. Tambahan, pesawatnya bisa dibawa kemana-mana. Tidak ketinggalan juga printer laserjet.

Dekat pintu, berdiri dengan kaku dan dingin sebuah lemari kabinet yang digunakan untuk menyimpang berkas-berkas penting. Di depannya, ada dua lemari komputer ukuran besar. Di atasnya, ada rak-rak yang diperuntukkan untuk menyimpan buku-buku seputar Gereja dan juga arsip-arsip Warta Minggu dari zaman baheula (zaman masih stensilan). Yah, karena belum memunyai rak bagus untuk perpustakaan Komsos, buku-buku pun ditata serapi mungkin berjajar di dekat jendela. Menggunakan bibir jendela yang tersisa dengan topangan karton bekas dus aqua.

Di pojok, berdiri malu sebuah dispenser. Galon aqua tertancap di atasnya. Inilah ‘mata air’ pelepas dahaga bagi para komsosers yang lembur mengerjakan WM. Sayang, dispensernya tidak distel panas dingin atau sebenarnya sudah rusak? Ah, gak masalah. Dahaga itu obatnya minum. Tidak tergantung yang dingin atau panas. Tapi, kalau mau panas, di atas bangku panjang, tergolek termos elektrik yang bisa memanasi air durasi 10 menitan. Dari benda molek berwarna cokelat ini, komsosers bisa menyeduh kopi panas. Yah, apa pun minumannya,yang penting hieginis. Eh, tapi jangan salah. Gara-gara minum dari air minum itu, dua komsosers sakit perut dan terkulai tak berdaya di ranjang masing-masing. Dua hari, dua malam, dua-duanya. Selidik demi selidik, ternyata minuman itu mengandung air kencing tikus. Bukan di galonnya, tetapi di gelas-gelasnya. Nah, para komsoser harus lebih hati-hati neh dan senantiasa menjaga kebersihan. Ternyata, tikus-tikus pun ingin bergabung di tim, iri pada dua anjing hitam yang suka mangkal dan nemani para komsosers. Keduanya punya nama bagus, yakni Habitus dan Nayla. Habitus lagi bunting dan Nayla lagi senang kawin dengan Patrik, anjing jantan bulu coklat, kaki pendek, dan badan kekar. Dasar anjing, pinter juga milih musim kawin, dingin bo! Ujan bo! Banjir bo!

Di atas meja besar (utama), tergeletak atau tersebar (kalau lagi tidak rapi): kaleng roti berisi aneka ragam kopi dan gula-gula, perkakas alat tulis dari spidol permanen (sering salah untuk whiteboard) sampai staples. Wah, pokoknya lengkap layaknya sebuah kantor.

Tembok-tembok tidak lagi warna putih. Tapi, coreng moreng oleh tempelan kertas, tulisan, gambar, dan coretan pulas. Dasar anak-anak kelebihan energi. Kampus dan kantor pun tidak mencukupi untuk menumpahkan hasrat kreatifnya. Tapi, justru itu nambah asyik suasana. Di tembok yang menghadap aula, ada kaca-kaca tembus pandang. Nah, lewat kaca inilah para komsoser bisa melihat ke bawah acara-acara di aula. Lewat kaca ini pula, mata genit para komsosers bisa mengintip ibu-ibu yang lagi senam airobik setiap pagi dengan baju ketat membungkus tubuh mereka yang berlekuk. Duh, bikin kerjaan jadi tersendat.

Bila melihat ke langit-langit ruangan, bukan bintang-bintang berkelip yang Anda temui (lah, emang langit beneran?!). Tapi, Anda akan melihat burung-burung kertas terbang diayun-ayungkan oleh angin dari Air Conditioner (AC) atau oleh angin aula yang meyelinap lewat kisi-kisi jendela. Ck, ck, ck, sungguh kreatif si pembuatnya. Bisa jadi, masa kecil terlalu bahagia, sehingga tidak mau meninggalkan kebiasaan masa kecilnya itu. Jangan lupa, perhatikan apa yang tergantung di tengah ruangan. Di tengah berari pusat dan poros. Sebuah kaleng Pocari Sweat tergantung manis dan terbungkus kertas warna kuning-orange, bertulisakan habitus baru (warna kuning) dan habitus lama (warna orange). Nah, itulah yang menjadi poros ruang Komsos itu.

Selebihnya, ruangan Komsos dipenuhi dengan debu-debu udara yang hinggap sembarangan, cicak-cicak yang bersembunyi di balik jam dinding, semut-semut yang suka berbaris mencuri patahan gula-gula, kecoak, tikus-tikus, dan sebagainya.

Masih ingin mengunjungi Ruang Komsos? Santai saja, ruang ini terbuka bagi siapa saja dengan keperluan apa pun. Semua orang bebas datang dan pergi. Cuma satu kok: “Tuhan dilarang masuk!” Hmmm….

No comments: